Jumat, 25 Juli 2014
Sabtu, 26 April 2014
Cerita Jogja, 25 April 2014
Umpan tarik dari Engkus Kuswaha disambar dengan cepat oleh
Suprex lalu diteruskan dengan tendangan keras. Gol. Supri berlari kegirangan ke
arah tribun. Bagaimana tidak sudah tiga laga ini dia selalu dimainkan sebagai
pemain pengganti yang diharapkan memecah kebuntuan tim. Seto kali ini beruntung
sekali memasukkan Suprex. Gol Suprex melengkapi gol PSIM sebelumnya yang
dicetak dengan santai lewat sundulan oleh Tri Handoko.
Wuih laga kandang kedua kali ini sangat mendebarkan. Jika
PSIM kalah, lawatan ke Sleman menjadi semakin berat. PSIM saat ini memperoleh
empat poin sama dengan perolehan PSS Sleman.
Owin kemarin bermain apik. Dia bermain lugas. Gelandang pengangkut
air baru setelah Eko BS tak kunjung sembuh pasca cedera. Owin kemarin memiliki
visi bermain yang bagus, intercept-nya juga ciamik.
Oni yang kemarin (saat melawan PSBK Blitar) kebobolan 3 gol
bermain lumayan. Namun saya ketir-ketir kala pemain PSBI Blitar menggempur
habis-habisan. Sayang, wasit menghadiahi kartu kuning karena dianggap
mengulur-ulur waktu.
Poin penuh semoga menjadi keran bagi PSIM. Meski pesimis
pada laga melawan PSS Sleman namun tidak ada salahnya berharap. Semoga para
pemain PSIM bermain kesetanan. Tri Handoko mampu menjebol gawang Ali Barkah
atau Herman Batak sekaligus. Ndok begitu sapaannya pernah menjadi idola supporter
Sleman. Kita tunggu saja apakah Ndok memiliki kesempatan membobol mantan tim
nya? Atau malah legiun asing mereka, Kristian Adelmund yang pernah memperkuat
PSIM yang tampil sebagai pencetak gol. Kita tunggu saja kawan.
Selasa, 22 April 2014
Cerita Jogja, 22 April 2015
“PSIM kapan main sih?” beberapa orang menanyakannya sekitar
delapan bulan lalu.
Tiket sudah di dapat, saya datang lebih awal untuk bertemu
dengan seorang kawan. Ipod tak lupa saya bawa siapa tahu mendapat gambar
terjadinya gol.
Masuk stadion suasananya menurut saya tidak penuh tapi
lumayanlah untuk sekelas stadion Mandala Krida. Beberapa teman saya sibuk
dengan laskar/komunitasnya. MC membacakan susunan pemain tanda pertandingan
segera dimulai. Saya masih sibuk mengambil gambar untuk liputan independent.
Eko Kancil ditarik keluar lapangan, Dimas Priambodo eks
Tunas Jogja masuk menggantikannya.
Sebelum pertandingan saya sempat berbincang
dengan Kancil-begitu nama panggilannya. “Mas nanti semoga bisa full”. “Iya mas
Insya Allah, bisa” jawab pemain yang telah mencicipi Ligina sejak tahun 1999.
Lapangan tengah PSIM terasa berat setelah perginya Kancil.
Dimas sebenarnya tidak tampil buruk. Tri Handoko yang mulai nyaman bermain di
sisi kanan beberapa kali merangsek masuk ke pertahanan PSBK Blitar. Dia berani
duel dengan pemain asing PSBK yang tinggi besar. Licin. Tri Handoko akhirnya
membuka skor untuk PSIM. Tuan Rumah bersorak menyambut gol.
Seorang teman berseloroh, “Mengapa Oni mengganti sarung
tangannya setelah PSIM unggul?”
Tidak berapa lama PSBK mampu menyamakan lalu membalikan
keadaan menjadi 1-2. Tuan rumah semakin tertekan, bermain dihadapan publik
sendiri Topas dkk. Sulit membongkar pertahanan lawan.
Umpan tarik Suprek –panggilan Supri disambar oleh Arga
Permana namun sayang bolanya tipis diatas gawang. Asa melambung.
Engkus Kuswaha yang didapuk sebagai targetman praktis minim peluang. Gol terakhir dari PSBK juga terasa
menyesakan, berawal dari serangan balik, Andri Wirawan mencoba mengawal namun
terlihat ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Topas, Andri dan Eko Pujianto
mampu dilewati dan lesakan menghujam gawang Oni.
Partai kandang pertama berhasil diambil tim tamu, masih ada
laga kandang melawan PSBI Blitar. Semoga mental bertanding tim Laskar Mataram
sudah siap untuk merumput kembali. Dan setiap pemain sudah bersinergi, umpan
pendek yang tepat, umpan terobosan yang manja dan lesakan bola yang terarah
tetap kami nanti.
Selasa, 15 April 2014
Cerita Ngawi, 15 April 2014
Truk, bis, dan mobil
lainnya kami lewati. Jalanan ramai dan berdebu. Jalan lintas Propinsi. Kami
tiba di Ngawi , Jawa Timur.
Ngawi adalah kota dimana mata saya terbangun jika melakukan
perjalanan ke Surabaya. Bis Patas Eka selalu
transit untuk makan dan aktivitas lainnya.
Pertandingan hampir dimulai, kami yang berkumpul di sebelah
utara segera masuk ke stadion. Sebelum pertandingan saya sesumbar kepada
seorang kawan, “Tri Handoko bakal mencetak gol”.
Dan ternyata sesumbar saya benar, Ndok begitu sapaan dari
Tri Handoko mencetak gol. Berawal dari tendangan pojok Topas yang membentur
tiang kemudian kemelut terjadi di depan gawang, Sepakan Ndok menggetarkan jala
Persinga Ngawi.
Meski akhirnya tuan rumah mampu menyamakan kedudukan menjadi
1-1. Eko Pujianto beberapa kali
menghadap ke utara seraya mengayunkan tangannya
meminta semangat dari kami. PSIM sempat tertekan, serangan tim tuan rumah
semakin gencar. Arsene Ntolo satu-satunya legiun asing yang mereka miliki turut
dimainkan pada babak kedua.
Ndok nampak terengah-engah mendekati bubaran. Engkus hampir
saja mencetak angka namun usahanya masih jauh dari kata sukses. Supri tampil
sebagai pemain pengganti belum bisa menjadi kartu As bagi Seto yang kala itu
melakukan debutnya sebagai Pelatih di kancah Divisi Utama.
Namun seperti yang sudah dilontarkan oleh Seto, target main
dikandang lawan adalah seri pun terwujud. PSIM harus puas dengan hasil yang
dicapai namun jangan sampai terlena, dua laga kandang harus bisa diamankan.
Berharap dengan bermain di depan public sendiri tim Laskar Mataram mampu tampil
lugas dan efektif.
Sabtu, 28 Desember 2013
Kita adalah Benalu
Klub ibarat pohon yang tumbuh besar. Akarnya sudah menancap
di tanah sejak klub tersebut dilahirkan. Jika klub itu lahir di era awal
Perserikatan bisa dibayangkan akar tersebut sudah menjalar kemana-mana. Klub
yang sudah malang melintang di segala kompetisi seyogyanya semakin maju. Mundur
atau yang paling parah adalah bubar merupakan mimpi buruk yang tiada akhir.
Bubar berarti tinggal nama dan hanya bisa dipandang di buku-buku atau tulisan
semata.
Klub tidak bisa lepas dari orang-orang yang berada di
sekitarnya. Orang-orang ini tidak lain adalah manajemen, suporter dan pembuat
merchandise. Mereka-mereka terkadang merugikan klub namun tidak jarang mereka
dirugikan oleh klub.
Manajemen
Orang-orang yang bernyali/tidak memiliki pilihan lain untuk mengurusi
klub. Mereka ini adalah penggerak roda-roda klub dalam mengarungi kompetisi.
Mulai dari menyiapkan tim beserta pelengkapnya. Selain itu memikirkan cara
membayar tunggakan gaji pemain, sewa stadion, catering dan masih banyak lagi.
Bahkan tak jarang benda-benda berharga yang mereka miliki terpaksa harus di “sekolahkan”.
Namun disatu sisi mereka benalu bagi klub, bisa dilihat siapa saja yang bekerja
dan tidak di jajaran manajemen. Makan gaji buta.
Suporter
Pewaris abadi klub adalah suporter. Loyalitasnya kepada klub itu
yang diharapkan dari mereka. Kemana pun klub tersebut bermain mereka secara
swadaya hadir di stadion lawan. Tidak semua kaya namun tidak semua miskin yang
jelas mereka bekerja keras sekuat tenaga mendukung klubnya. Mental masuk
stadion tanpa tiket adalah tindakan yang merugikan klub. Efek fanatisme
terkadang menjadi blunder. Tak jarang klub didenda akibat ulah suporter yang
brutal. Klub harus menanggung beban. Uang berkurang dan pindah kandang.
Merchandise Bajakan
Kreatif mereka mengolah bahan-bahan mentah disulap menjadi
merchandise klub. Kegiatan ini sejatinya illegal tapi sudah menjadi budaya.
Budaya membajak memang menjadi kegiatan yang biasa. Selain itu membeli barang
bajakan seolah sesuatu yang wajar. Alasan ekonomi dan harga yang ekonomis me-labelinya.
Mereka-mereka juga merugikan klub karena menjual produk secara illegal. Namun
disisi lain merchandise adalah bukti eksistensi klub bagi para penggemarnya.
Kita adalah benalu. Saya adalah benalu. Klub menjadi korban
yang dirugikan oleh orang-orang yang menyusu. Sudah saatnya berbenah, Apakah
kamu ingin berbenah juga? Saya pun ingin begitu, berjalan di jalan yang legal
dan benar.
Dimaz Maulana,
Pengelola akun pengarsipan @BAWAHSKOR
Rabu, 17 Juli 2013
Setapak Menuju Gunung Prau
Sudah lama saya tidak liburan. Selalu saja ada saja
kesibukan yang mangharuskan saya menunda liburan saya. Setelah kemarin saya
bekerja selama 3 bulan, saya sudah memiliki rencana untuk meluangkan waktu
untuk liburan. Gayung bersambut ketika scroll pada smartphone berhenti pada
twit dari @ekspedisimagz yang berencana mengadakan liputan ke Karimun Jawa.
Sontak saya tertarik sekali untuk bergabung. Amboy, rencananya tim ekspedisi
tersebut akan mencari bahan untuk materi tulisannya di Karimun Jawa selama
seminggu. Wow, pikiran saya seolah-olah sudah mencelat ke Karimun.
Saya sendiri belum pernah berkunjung ke pulau tersebut. Tapi
imajinasi saya atas cerita-cerita teman-teman yang pernah kesana yang
seolah-olah membuat saya bersemangat untuk berangkat liburan. Saya kemudian
menyiapkan barang bawaan, mulai dari makanan, obat, alat perekam dan uang.
Pada hari H, Tantri mengirim sebuah pesan singkat yang
berisi ombak tinggi di Laut Jawa. Secepat kilat saya menyalin pesan itu dan
memberitahukan kepada Farid, ketua rombongan. Benar pada sore harinya Farid
mengabari bahwa PT Pelni tidak akan memberangkatkan kapalnya pada esok hari.
Wah, kekecewaan menyelimuti tapi mau bagaimana lagi hanya kapal motor yang
menjadi satu-satunya alat transportasi untuk ke pulau Karimun Jawa.
Saya iseng bertanya kepada Tantri tentang alternatif
liburan. Dia memberi dua opsi yaitu Umbul Ponggok di Klaten dan Dieng Plateu.
Tak berapa lama Tantri mengirimi saya link tentang salah satu obyek trek
pendakian gunung di dataran tinggi Dieng. Gunung Prau, begitu ketika saya
membaca judul yang diberikan Tantri. Tanpa banyak berfikir saya setuju dengan
pendakian Gunung Prau.
Perjalanan Jogja-Wonosobo-Dieng sekitar 2,5-3 jam lewat Sapuran, Magelang. Setiba di Dieng kami
menuju obyek Telaga Warna, Goa Semar dan Telaga Pengilon. Kemudian kami
melanjutkan menuju Candi Arjuna dan Kawah Sikidang. Semua obyek tersebut memang
menarik tapi saya jauh lebih tertarik dengan hamparan lading sayur-mayur yang
ada di daratan tinggi Dieng. Saya jadi teringat ketika berkunjung ke Guci,
Tegal. Secara kontur memang hampir mirip. Wortel, Sawi, Labu Siam, Kacang Koro
dan Kentang sebagai primadona para petani setempat.
Setelah mengunjungi semua obyek wisata Dieng, kami
memutuskan untuk memulai mendaki Gunung Prau. Kami berangkat dari Desa Kejajar.
Perjalanan pendakian ditempuh selama 2,5 jam. Jujur saja saya sudah lama sekali
tidak mendaki gunung. Mungkin terakhir kali ke Merapi itu pun semasa SMA.
Selama perjalanan sesekali kami beristirahat. Saya melihat Penggok membawa
cukup berat karena membawa tenda.
Gunung Prau memiliki beberapa vegetasi yang beragam seperti bunga-bunga kecil, cemara, pakis dan banyak lagi yang saya tidak tahu nama tumbuhannya. Dalam perjalanan saya menemui banyak tanaman murbey. Wow, sudah lama saya tidak menjumpai jenis tanaman ini. Oia, trek Gunung Prau cukup aman untuk dilalui. Tidak perlu khawatir hanya saja tidak ada sumber mata air selama perjalanan sampai ke puncak. Sumber mata air terakhir ada di Desa Kejajar.
Sabtu, 13 April 2013
Banguntapan#1 - Preamble
Bang-un-ta-pan begitu pengucapannya. Sudah hampir 25 tahun saya tinggal di sini bersama orang tua saya. Sejak TK sampai SMA saya juga sekolah di wilayah ini. banyak cerita tentang wilayah ini dalam rentang waktu hampir seperempat abad.
Banyak teman yang datang dan pergi meninggalkan
tempat ini. Bangunan baru bermunculan menggantikan areal persawahan. Bermunculan
pula supermarket baru yang bersaing dengan pasar tradisional. Warung,
angkringan dan toko kecil bermunculan mencari rezeki.
Jalanan aspal di ruas utama menggantikan jalan
tanah. Sudah tidak ada lagi gerobak sapi yang membawa jerami. Jarang sekali
saya melihat pemuda kampung bermain burung dara. Beruntung masih melihat
bebek-bebek yang di”umbar” oleh pemiliknya. Masih ada juga orang yang
menggembala ternaknya seperti kambing di wilayah saya.
Awal Cerita
Beberapa bulan lalu saya melintasi jalan di belakang
JEC. Di sana terdapat BLPP (semacam balai pertanian) dan perumahan dinas.
Ternyata dua tempat tersebut sudah tidak ada penghuninya. Kosong. Terlihat sepi
hanya ada rumput dan bangunan rumah yang mulai rusak. Kantor BLPP juga sama
tidak terawat dan terlihat menyeramkan.
Pikiran saya mencelat ke masa SD. Saya dulu sering
ke wilayah tersebut. Kebetulan teman saya ada tinggal di perumahan. Pernah suatu
hari kami mencuri buah cokelat yang ada di BLPP. Hari itu pertama kalinya saya
mencicipi buah cokelat. Saya juga baru tau kalau buah cokelat lebih enak kalau
dibanting daripada diiris, ketika hendak mencicipi.
Waktu itu juga lagi maraknya sepeda ceper. Pagar BLPP
yang terbuat dari besi pipih menjadi bahan incaran. Beberapa bagian hilang
dicuri. Seorang teman mengaku mencuri besi dari BLPP. Saya sendiri yang tidak
mengikuti tren sepeda ceper hanya tercengang.
Saya pernah mendapat seekor lele di kolam
pemancingan BLPP. Waktu itu seingat saya ada acara 17-an, saya bersama teman-teman
mengikuti lomba tangkap ikan. Sebuah kolam berukuran cukup besar dengan air keruh.
Susah sekali mencari ikan tanpa jaring dan di dalam air keruh.
Langganan:
Postingan (Atom)