Dear, Clarita
“Di daerah sana hujan ngak ya?” tanyamu. “Aku ngak tahu,
sepertinya hujan juga” jawabku. Pernah kita berada dalam satu payung yang
besar. Hujan cukup deras, agenda hampir gagal setelah hujan tak kunjung reda. “Kamu
ngak punya jas hujan?” tanyamu. Yah, jas hujan yang dulu aku beli sudah ku
berikan pada Ibu.
Clarita, maaf jika kita masih sering kehujanan. Aku sedang
berusaha mengumpulkan sesuatu yang bakal menjadi ‘kayu’. Mengais apa yang bakal
menjadi ‘atap’. Dan itu yang kini sedang aku usahakan. Bukankah kita masih
hidup di negara ketiga. Ketika siklus lahir, kerja dan berkeluarga menjadi patron
wajib. Payung itu akan berubah menjadi atap, kayu-kayu yang aku cari akan
mennjadi pondasi. Kita akan terlindung dari dinginnya hujan dan panasnya terik
matahari.
Clarita, aku cuma tidak ingin ada yang terluka. Bukankah
jodoh ditangan Tuhan dan kita sebagai manusia berusaha mempertahankannya?. Jika
kamu memang jodohku, apa yang sedang aku perjuangankan kelak akan menjadi
bagaian darimu. Jadi tidak ada yang menyakiti dan tersakiti. Tidak ada hati
yang tersayat dan tidak ada pelaku penyayat. Jalan masih panjang, jalan masih
misterius, jalan yang harus terus ditapaki.
Love,
Dimaz
Maulana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bajak