Dear, Clarita
Hujan sedang turun sewaktu aku menulis surat untukmu. Hujan.
Ya, kamu pasti ingat dengan perkataan tukang parkir sewaktu kita belum jadian
dulu. “Waduh ameh udan ki!” celetukku. “Walah mas, udan yo penak to” tutur
tukang parkir dengan raut muka sumringah seraya memberi kode kepada saya. Itu
mungkin pertama kalinya kita naik motor kehujanan berdua.
Hujan. Ya hujan suatu siklus dimana air laut mengalami
penguapan dan dibawa angin menuju darat. Kemudian air tersebut jatuh karena
tidak kuat membawa beban. Itu yang aku tahu sih. Mungkin kamu bertanya terus
apa hubungannya dengan hujan? Mungkin kamu bertanya-tanya.
Hujan yang terdiri titik air yang turun kebumi. Titik-titik
air yang saling mengikuti satu sama lain. Tetesan yang menghujam ke tanah dan
satunya ikut jatuh menghujam. Titik air yang mampu menembus apa pun yang
menghalanginya. Bahkan lewat titik-titik air hujan sebongkah batu bisa pecah.
Aku hanya ingin menjadi bagian dari mu, saling mengikuti. “Sudah
tahu akan jatuh tapi mengapa kamu ikut jatuh juga?” perkataan teman saya
sewaktu membicarakan hujan. Ini juga sama dengan lirik dari Melancholic Bitch, “Jika
aku mati, kau kematian lainnya”.
Love,
Dimaz Maulana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bajak