Saya sudah duduk di kursi empuk setelah sebelumnya menunggu
keberangkatan. Beberapa sisi saya perhatikan banyak orang yang berlalu-lalang.
Malam itu saya berangkat menuju Banjarmasin, Kalsel. Tujuan saya menyusul ibu
saya yang sudah beberapa hari di Banjarmasin. Tapi yang penting menurut saya
adalah pengalaman pertama saya berangkat dengan pesawat.
Pengalaman yang baru saya rasakan diumur hampir seperempat abad. Maklumlah, keluarga kami dulu
masih sering memanfaatkan angkutan bis dan mobil pribadi untuk menempuh tujuan.
Luar Jawa tidak mungkin kami datangi karena jarak tempuh yang jauh dan biaya
peswat yang kala itu masih terbilang mahal. Ibu saya contohnya baru mulai
melirik moda transportasi pesawat tiga tahun belakangan. Hal yang mengharukan
ketika ibu berkunjung ke Padang, Sumatera Barat setelah 28 tahun tidak
menginjakkan tanah Minang. Ya ibu berkunjung ke rumah saudara tiri yang sudah kepati obor (kehilangan kontak) selama
28 tahun.
Kembali ke pengalaman tentang moda transportasi pesawat.
Jika digambarkan saya cukup dekat dengan pesawat. Rumah saya dekat dengan
bandara. Sewaktu kecil saya kerap diajak bapak untuk menjemput atau mengantar
tamu ke bandara. Saya masih ingat dulu diajak bapak masuk ke anjungan bandara.
Saya selalu bertanya kepada teman-teman saya yang pernah terbang
atau yang sering bolak-balik dengan pesawat. Cerita-cerita mereka saya rekam
semua dalam pikiran. Memori kolektif tersebut yang menjadi bekal. “Nek nabrak
mega ki rasane getar” jelas ibu mencerita sewaktu naik pesawat pertama kali. “Kalau
delay sering dikasih snack” jelas tetangga saya. “Cuaca buruk, pesawat kami
balik lagi ke tempat semula” jelas tetangga saya.
Akhirnya saya tiba di Bandar Udara Syamsudin Noor,
Banjarmasin. Waktu tempuh perjalanan Jogja-Banjarmasin adalah 1 jam 20 menit.
Terima kasih untuk ibu yang sudah memberikan hadiah kelulusan bagi saya berupa
tiket pesawat.
Ternyata janji sudah ditepati, lalu kapan landas di seokarno hatta ?
BalasHapusMungkin besok ketika hati ini sudah kukuh berkarier di ibu kota:)
Hapus