Suasana atmosfir yang terasa
dikalangan pendukung PSIM makin memanas. Hilangnya nyawa dalam insiden
penusukan yang terjadi beberapa jam usai pertandingan PSIM menjamu Persiku
Kudus menyisakan spekulasi yang beredar. Bagaimana dengan kondisi di dalam dan
luar stadion ketika PSIM menjamu Persis Solo besok Jumat (16/3) di stadion
Mandala Krida. Terlebih dengan dikeluarkannya larangan dari Kepolisian serta
Panpel PSIM pada Rabu (14/3) tentang larangan menonton dengan menggunakan
atribut yang mewakili kelompok suporter PSIM (Brajamusti dan Maident)
menyiratkan maksud tertentu.
Dobel Anti Klimaks
Menjamu Persis Solo yang juga
merupakan Derby Mataram sepertinya kurang greget. Persis Solo yang datang ke
Mandala Krida bukanlah Persis Solo yang didukung oleh Pasoepati. Adalah tim
yang terjun ke PT LPIS merupakan tim yang didukung oleh Pasoepati. Tapi, tidak
menuntut kemungkinan para pendukung Persis Solo akan datang tanpa atribut dan
sembunyi-sembunyi.
Jika PSIM menang dengan atas
Persis Solo sudah pasti akan memantapkan posisi PSIM di papan atas kompetisi
Divisi Utama 2011/2012. Namun kemenangan itu sepertinya terasa kurang mantap
karena tidak mampu mengalahkan Persis Solo versi yang didukung oleh Pasoepati,
pasalnya dalam tim Persis Solo tersebut terdapat pemain-pemain yang hebat yaitu
Javier Rocha dan mantan penyerang Real Mataram Fernando Soler. Memang dalam hal
ini terdapat tendensi emosional dari pendukung PSIM. Mencari pembuktian siapa
tim yang paling kuat dalam pertandingan yang bertajuk Derby Mataram adalah hal
penting.
Anti Klimaks kedua adalah suasana
yang kurang kondusif pasca insiden hari Selasa kemarin. Di tengah para pemain
PSIM membutuhkan dukungan, kita (pendukung PSIM –pen) sedang berusaha mencari
siapa yang benar dan siapa yang salah. Pertikaian dan gesekan dalam stadion seharusnya
segera diakhiri. Jika tak kunjung usai, mungkin akan terkembang senyuman bahkan
tawa dari pihak-pihak yang menyukai pertikaian antar sesama pendukung PSIM ini.
Semoga tidak ada lagi insiden
pertikaian baik besar atau kecil terlebih sampai nyawa melayang. Jangan sampai
semacam insiden seperti 12 Februari 2010 kembali terulang atau sewaktu
pertikaian ketika antara sesama pendukung PSIM pecah dan berakibat sanksi dari
Komdis PSSI.
Aparat yang bertugas sepantasnya
menjadi filter dan pengaman sehingga tidak ada lagi senjata tajam bisa masuk ke
dalam stadion. Nyawa kuwi kog dadi ra ono
regone.
Teks: Dimaz Maulana
(BawahSkorMandala)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bajak