Kamis, 22 Desember 2011

Setjangkir Kopi dari Plaja


Kesan pertama begitu menggoda. Pepatah itu sepertinya yang patut disematkan untuk Papermoon untuk saya dan beberapa orang yang baru pertama kali menonton pertunjukannya. Papermoon? Saya mencoba ceritakan sedikit, Papermoon sebuah teater boneka kontemporer yang telah beberapa kali menggelar pentas di beberapa daerah di Indonesia. Tidak cukup di Indonesia, Papermoon menjamah Amerika Serikat dan beberapa negara Asia.
Kembali ke pertunjukan, Papermoon menggelar pentas dengan lakon “Setjangkir Kopi dari Plaja”. Ketika saya bertanya kepada Dito, “Eh, nengdi pentas’e?”. Dito hanya menjawab rahasia. Ya, tempat pertunjukan yang digelar memang rahasia. Kami hanya diberi tahu tempat berkumpulnya yaitu di Kedai Kebun. Bis kecil membawa rombongan penonton yang jumlahnya hanya sekitar 15 orang. Rute perjalanan melewati jalan Tirtodipuran lurus ke arah Prawirotaman dan langsung melesat ke daerah jalan Imogiri Barat.
 Kami berhenti di sebuah toko barang antik. Sang pemilik pun menyambut kami dan mempersilakan untuk melihat barang-barang dagangannya. Sampai akhirnya kami memasuki sebuah gudang di belakan toko antik. Sederet kursi ditata, kursinya tidak sama semua hanya mengandalkan kursi-kursi yang ada di galeri barang antik. Kami dipersilakan duduk, pemilik toko menjelaskan tentang barang dagangannya. Tiba-tiba lampu mati, pintu pun ditutup. Saya sudah tau sejak tadi bahwa ini adalah tempat pertunjukannya.
Lampu menyala, pertunjukan dimulai. Sepasang boneka mulai berinteraksi digerakan oleh empat orang, dua laki-laki dan dua perempuan. Boneka itu bergerak. Tidak berbicara sepatah kata apa pun. Sepertinya boneka itu hidup, wajahnya sendu. Diceritakan Pak Wi yang berangkat ke Uni Soviet dalam pengiriman mahasiswa sewaktu pemerintahan Soekarno. Pak Wi telah berjanji untuk menikahi tunangannya sepulang dari belajar di Uni Soviet. Tanah air yang sedang bergejolak pada 1965 membuat orang-orang yang dikirm ke luar negeri tidak dapat kembali ke Indonesia. Pak Wi menjadi salah satu korbannya. Pasangannya ternyata sudah menikah dengan seseorang. Pak Wi berusaha untuk kembali ke Indonesia untuk menemui kekasihnya.
Sepanjang pertunjukan saya tidak henti-hentinya kagum dengan tata lampu serta tata suara. Sangar. Untuk pertunjukan yang di gelar pada sebuah gudang saya dapat merasakan suara yang bagus. Suara gemuruh, suara hujan, dan soundtrack ketika pertunjukan tepat sekali, nyaris sempurna. Sebuah instalasi warna-warni mirip lampion yang sedari tadi di atas tiba-tiba turun, terus terang saya kaget.
Rasanya menuliskan reportase ini tidaklah menarik, jauh menarik ketika melihat pertunjukannya. Jangan lewatkan jika Papermoon menggelar pentas lagi. Tahun 2012, Papermoon akan kembali ke Amerika Serikat lagi. Selamat buat Papermoon atas usahanya mengembangkan sebuah teater boneka di Indonesia.

3 komentar:

  1. wah.. kalo papermoon balik ke US, temen kita yg kabar nya jadi dokumentasi mereka ikutan kesana dong :p

    BalasHapus
  2. wah tidak boleh motret pas pertunjukan, tapi ada beberapa foto pas usai pertunjukan. aku share

    BalasHapus

bajak