Kesan pertama
begitu menggoda. Pepatah itu sepertinya yang patut disematkan untuk Papermoon
untuk saya dan beberapa orang yang baru pertama kali menonton pertunjukannya.
Papermoon? Saya mencoba ceritakan sedikit, Papermoon sebuah teater boneka
kontemporer yang telah beberapa kali menggelar pentas di beberapa daerah di
Indonesia. Tidak cukup di Indonesia, Papermoon menjamah Amerika Serikat dan
beberapa negara Asia.
Kembali ke
pertunjukan, Papermoon menggelar pentas dengan lakon “Setjangkir Kopi dari
Plaja”. Ketika saya bertanya kepada Dito, “Eh, nengdi pentas’e?”. Dito hanya menjawab
rahasia. Ya, tempat pertunjukan yang digelar memang rahasia. Kami hanya diberi
tahu tempat berkumpulnya yaitu di Kedai Kebun. Bis kecil membawa rombongan
penonton yang jumlahnya hanya sekitar 15 orang. Rute perjalanan melewati jalan
Tirtodipuran lurus ke arah Prawirotaman dan langsung melesat ke daerah jalan
Imogiri Barat.
Kami berhenti di sebuah toko barang antik.
Sang pemilik pun menyambut kami dan mempersilakan untuk melihat barang-barang
dagangannya. Sampai akhirnya kami memasuki sebuah gudang di belakan toko antik.
Sederet kursi ditata, kursinya tidak sama semua hanya mengandalkan kursi-kursi
yang ada di galeri barang antik. Kami dipersilakan duduk, pemilik toko
menjelaskan tentang barang dagangannya. Tiba-tiba lampu mati, pintu pun
ditutup. Saya sudah tau sejak tadi bahwa ini adalah tempat pertunjukannya.
Lampu menyala,
pertunjukan dimulai. Sepasang boneka mulai berinteraksi digerakan oleh empat
orang, dua laki-laki dan dua perempuan. Boneka itu bergerak. Tidak berbicara
sepatah kata apa pun. Sepertinya boneka itu hidup, wajahnya sendu. Diceritakan
Pak Wi yang berangkat ke Uni Soviet dalam pengiriman mahasiswa sewaktu
pemerintahan Soekarno. Pak Wi telah berjanji untuk menikahi tunangannya
sepulang dari belajar di Uni Soviet. Tanah air yang sedang bergejolak pada 1965
membuat orang-orang yang dikirm ke luar negeri tidak dapat kembali ke
Indonesia. Pak Wi menjadi salah satu korbannya. Pasangannya ternyata sudah menikah
dengan seseorang. Pak Wi berusaha untuk kembali ke Indonesia untuk menemui
kekasihnya.
Sepanjang
pertunjukan saya tidak henti-hentinya kagum dengan tata lampu serta tata suara.
Sangar. Untuk pertunjukan yang di gelar pada sebuah gudang saya dapat merasakan
suara yang bagus. Suara gemuruh, suara hujan, dan soundtrack ketika pertunjukan tepat sekali, nyaris sempurna. Sebuah
instalasi warna-warni mirip lampion yang sedari tadi di atas tiba-tiba turun,
terus terang saya kaget.
Rasanya
menuliskan reportase ini tidaklah menarik, jauh menarik ketika melihat
pertunjukannya. Jangan lewatkan jika Papermoon menggelar pentas lagi. Tahun
2012, Papermoon akan kembali ke Amerika Serikat lagi. Selamat buat Papermoon
atas usahanya mengembangkan sebuah teater boneka di Indonesia.
wah.. kalo papermoon balik ke US, temen kita yg kabar nya jadi dokumentasi mereka ikutan kesana dong :p
BalasHapusseandainya ada fotonya ..
BalasHapuswah tidak boleh motret pas pertunjukan, tapi ada beberapa foto pas usai pertunjukan. aku share
BalasHapus