Rabu, 20 Juli 2011

Penjaga Toko dan Esensi Sebuah Kemenangan

Penjaga toko itu menari-menari sambil membawa sapu dan kemoceng. Tawanya lepas sambil melihat saya yang sedang menunggu menyeberang padatnya jalan Gejayan.

Sepulang dari makan di daerah Deresan saya memutuskan untuk pulang. Saya memang biasa lewat gang Alamanda jika dari daerah Deresan. Kali ini lain sekali, saya melihat para pegawai toko tas yang ada tepat di depan potongan jalan Gejayan, sedang heboh menari-nari dan berjoget. Mata saya pun tidak bisa terlepas dari pemandangan tersebut. Para pegawai yang sedang berjoget pun juga pasti tahu kalau menjadi pusat perhatian. Tandanya mata mereka mengarah ke jalan dan lebih tepatnya memandang ke arah saya.

Saya berpikir sejenak, oia, sekarang sudah jam 9 malam, tandanya toko akan tutup. Mungkin mereka menari-nari untuk merayakan sebuah kemenangan hari ini. Kemenangan dari selesaianya sebuah kewajiban kerja yang setiap hari mereka lakukan. Datang jam 8 atau jam 9 pagi dan bekerja sampai jam 9 atau 10 malam. Hal itu dilakukan setiap hari, mungkin setiap bulan hanya diberi jatah libur dua sampai tiga hari dengan catatan tidak mendapatkan gaji.

Kembali ke esensi dari sebuah kemenangan. Mengapa kita harus merayakan sebuah kemenangan? rasanya jawabanya adalah kita butuh suatu aktifitas yang bisa memuaskan diri kita atas sebuah pencapaian yang telah tercapai. Mungkin sama kasusnya dengan teman-teman saya yang telah menyelesaikan studi mereka di jenjang perkuliahan dengan mentraktir teman-teman seangkatannya.

Pikiran saya kembali pada sebuah esensi kemenangan. Dalam perjalanan pulang saya sempat memikirkan esensi kemenangan. Laju motor saya melewati daerah Demangan Baru. Sebentar lagi bulan Puasa akan tiba. Akankah saya mendapatkan esensi dari sebuah kemenangan di bulan penuh berkah?

Saya selalu rajin berpuasa setiap kali Ramadhan. Ketika teman-teman saya ‘cabut’ dari puasa, saya masih bertahan sampai suara adzan Maghrib berkumandang. Godaan seperti teman saya yang sedang makan disamping saya bukan merupakan godaan yang berarti.

Tapi, dari tahun ketahun saya belum bisa mendapatkan sebuah kemenangan yang selama ini yang saya cari. Kemenangan seperti tawa pegawai toko tas itu. Luwesnya senyuman yang tercipta. Ketika sholat saya penuh dengan lubang dan panggilan sholat Jum’at terkadang di/terlupakan. Namun saya masih menjalankan perintah -Nya dan tetap berusaha menjauhi semua larangan –Nya.

Semoga tahun ini ada sebuah perubahan. Bukankah Ramadhan berarti sebuah lembaran baru yang harus meningkat setiap tahunnya. Kata-kata itu saya dapat ketika ceramah sholat Jum’at sewaktu KKN. Tapi, ah saya terlalu banyak kata ‘tapi’, selalu mempertanyakan kembali, sebenarnya itu tidak baik. Lakukanlah yang terbaik itulah kuncinya.

#ditulis sembari mendengarkan tembang “Into The Light” milik Adhitia Sofyan dengan kondisi sehabis mandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bajak