Senin, 04 Juli 2011

Bzat Squad Piknik #2 : Kisah Perjalanan Anak Muda dengan Ocehan “Say You will”

Dari kiri - kanan: Ucup, Unyil, Saya, Hanafi, Lupy, Sadya, Cunggex, dan Hanung

Berawal dari cerita dari Ariyanto Palwa a.k.a Unyil, obrolan kami semakin serius membahas piknik. Unyil menceritakan ketika piknik kampungnya ke Pangandaran dan Green Canyon. Kami mencoba untuk membahasnya dan membentuk sebuah panitia kecil. Awalnya kami ingin mengemas acara cukup besar dengan mengajak semua alumni Bzat Squad. Berawal dengan mencoba mencarter bus bermuatan 34 kemudian menyusut menjadi 28 dan 15, akhirnya kami berangkat 8 orang saja.

Mobil Apv yang mejadi teman pengantar piknik kita juga digantikan dengan mobil avanza berwarna silver. Semangat kami tidak pudar. Berangkat sekitar pukul 11 malam, mobil kami melaju kearah barat. Rute awal kami melewati Wates-Kebumen-Purwokerto-Banjar dan Pangandaran.

Mulut-mulut kami terus mengoceh setiap perjalanan. Bahasan kami berkutat seputar Toni Blank yang selalu menggunakan kosakata super berat dan bertendensi tinggi. “Brambang, Bawang, blablabla” tutur Lupy dengan cekcok serupa dengan Toni Blank. Lupy juga didaulat sebagai supir pada hari pertama.

Sekitar pukul 6 pagi kami sudah memasuki Cijulang, pintu masuk ke arah Pangandaran. Perut mulai minta diisi. Mobil kami merapat di Pasar Padaherang dan menyantap bubur ayam khas Sunda. Setelah beristirahat sejenak setelah makan perjalanan kembali dilanjutkan. Tiba-tiba Hanung mengambil alih kemudi dan ternyata hanya menjadi modus belaka. Mobil kami berhenti di pom bensin dan si supir ternyata mules karena menyantap bubur ayam tadi.

Pantai Batu Karas

***

Akhirnya sampai juga di tempat tujuan pertama yaitu Pantai Batu Karas. Tempatnya cukup asik untuk bermain ombak terlihat beberapa orang bermain surfing. “Aa’ sewa papan ngak?” tanya seorang pemuda menawarkan kami papan surfing. Ucup dan Unyil menjadi orang yang paling tertarik dengan papan tersebut. Pantai Batu Karas cukup landai dan tidak ada karang sehingga sangat pas untuk bermain surfing. Selain itu ombaknya juga tidak terlalu tinggi.

Setelah puas bermain di pantai, kami bergegas menuju obyek selanjutnya, Green Canyon. Jarak antara Batu Karas dengan Green Canyon tidak jauh. Beberapa diantara kami tidak mandi setelah bermain di pantai karena di Green Canyon juga akan bermain air lagi. Tiket masuk ditebus dengan harga 75 ribu per 5 orang. Kami menyewa dua kapal. Setelah menunggu antrian, beruntung kami tidak antri terlalu lama. Berangkatlah kapal kami dan mulai menyusuri Sungai Cijulang yang berwarna hijau.

“Lhoh, kenapa berhenti?” tanya saya kepada Aa’ petugas kapal. “Sebentar, beli bensin dulu” jawabnya. Di bibir sungai ternyata ada penjual bahan bakar dan minuman. Saya jadi teringat film Warkop, ketika itu Kasino dan Indro membeli bahan bakar untuk pesawat secara eceran. Lucu sih, hampir sama dengan kasus kapal di Green Canyon.

“Mas kalau sampai kedalam nambah berapa ya?” tanya Lupy. “Nanti aja mas, kalau udah sampai di sana” jawabnya. Perjalan kami sekitar 15 menit dan sampailah kami ketempat yang begitu indah. Biaya untuk obyek yang kedua tidak ada harga standar resminya. Kami bernegoisasi dengan para petugas kapal. Awalnya kami dibanderol dengan 150 ribu per kapal tetapi akhirnya turun menjadi 100 ribu. “Triknya pancen apik Pil, jadi nego hargane pas sampai ke tujuan” tutur Ucup kepada saya seusai dari Green Canyon. Memang benar, kami terpaksa membayar harga ‘tebasan’ dari petugas kapal. Sudah kepalang tangguh dan merasa rugi kalau tidak masuk kedalam.

menyusuri Sungai Cijulang

Rintik-rintik air menetes dibibir tebing menyambut kami untuk masuk kedalam sungai Cijulang. Setelah menggunakan pelampung kami berenang mengikuti pemandu. Airnya dingin tetapi segar sekali. Beruntung pemandu kami lihai mengoperasikan kamera pocket milik Ucup. Kamera itu dibawaknya sampai masuk kedalam. Saya sendiri awalnya ragu kepadanya, medannya cukup susah dan riskan membawa perangkat macam kamera yang tidak anti air.

Hampir setengah jam kami berenang menyusuri sungai. “Nafasku wis entek” celetuk Cunggex yang tidak terbiasa berenang. Berbeda dengan Sadya yang terbiasa berenang terlihat begitu bersemangat. Sebelum pulang dan kembali ke kapal, Unyil, Sadya, Hanung dan Lupy melakukan terjun dari sebuah tebing. Tidak lupa Aa’ pemandu mengabadikan momen tersebut.

Selepas mandi dan beristirahat acara selanjutnya dalah makan siang. Beberapa diantara kami terlihat lemas. “awaku wis lemes pas renang mau” tutur Lupy. Akhirnya mobil kami berhenti disebuah warung masakan Sunda. Batu Hiu yang menjadi tujuan sore itu sedikit kurang asik. Suasana sudah mulai gelap dan sepi. Akhirnya kami bergegas menuju Pantai Pangandaran.

Malam Minggu, Ramai sekali Pantai Pangandaran. Banyak pelancong disana-sini. Mobil kami berjalan melambat sembari mencari tempat yang tepat untuk berhenti. Beberapa kali muter-muter mencari tempat akhirnya kami berhenti dan mendirikan tenda di pantai sebelah Timur. Pantai itu terbilang lebih sepi dari pantai yang lainnya.

Tenda berwarna oranye sudah mulai berdiri. Parafin juga sudah mulai menyala kami membuat mie instan dan membuat kopi. Hanafi membantu saya membuat mie. Tidak ada mangkok, mie instan tersebut saya taruh dalam aqua gelas. Cukuplah untuk penganjal perut. Mie memang hanya pengganjal semata sampai beberapa teman kami membeli nasi di warung sekitar tenda.

****

Pagi hari, pantai sudah mulai ramai. Ternyata kami hanya satu-satunya yang kemping disitu. Setelah tadi malam banyak sekali orang-orang yang nongkrong dan sempat saya kira juga akan kemping. Tetapi kami pun cuek saja. “Reti ra esuk mau oke wong ndelok awak dewe turu” tutur Lupy sembari menjelaskan peristiwa pagi tadi.

Lelaki yang tak mengerti mesin!

Sekitar pukul 9 kami bergegas meninggalkan pantai. Mobil yang carter ternyata akinya tekor alhasil harus didorong untuk menghidupkannya. Awalnya ngak masalah sih, mobil langsung didorong dan menyala. Tetapi lama kelamaan capek juga tiap kali berhenti dorong mobil.

Perjalanan pulang lebih santai, Ucup sebagai supir hanya sanggup melahap sebelum masuk hutan Wangon. Kami berhenti di hutan sambil menikmati es kelapa muda yang segar. Cukup murah hanya 4 ribu saja. Sadya yang cukup bisa berbicara dialek ‘Ngapak’ bertanya “kelapa mudane pira mbok?” kemudian disusul beberapa teman kami yang sok fasih dengan dialek ‘Ngapak’. Lucu sih. Ketika pulang kami mendengar suara aneh pada mobil kami. Hanung mengisyaratkan untuk membuka cab depan dan berlagak mengecek apa yang terjadi. Kesimpulannya cuma satu, delapan lelaki berpenampilan menarik dan tidak paham soal mesin mobil. Mungkin mereka lebih paham ‘mesin’ cewek daripada mobil, hhe.

Perjalan pulang obrolan kami masih monoton membahas Toni Blank dan kami sepakat menasbihkan “Say you will” sebagai kata ganti obrolan apa pun. Misalnya kami sedang membahas cewek, obrolan berikutnya kata cewek berubah menjadi “Say You will”. Sedang terminology ‘Hukuba’ diperuntukan untuk acara atau gigs. Sama hal dengan Rokok yang kami ganti dengan kata “Banderol Government”.

Hal lucu terlihat ketika kami makan nasi goreng di daerah Kutoarjo. “Mbak Nasi goreng kambing pedes ya, pake brambang, bawang” tutur hanung yang bibirnya menjadi mecucu wagu ketika mengatakan hal itu. Lupy juga tidak ketinggalan ketika membayar “Mbak aku tadi nasi goreng, susu, sama banderol government” tutur Lupy. Mbak penjual nasi goreng dibuat binggung oleh kami. Saya juga melihat para pembeli yang sedang antri melirik kami dan mungkin berkata “Iki makhluk seko ngendi cah?”.

Akhirnya Bzat Squad menggelar acara lagi setelah 2009 mengadakan backpackeran ke Bandung dan tahun 2011 ini suskses menggelar piknik ke Pangandaran. Rencananya kami akan membuat proyek documenter pada perjalan kali ini. Semoga dengan akan ada lagi acara piknik atau backpackeran tahun depan. Renacanaya Pulau Sempu, Malang, menjadi tujuan selanjutnya. Adakah yang ingin menjawab tantangan kami? Mari ikut ke acara kami tahun depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bajak