Sore hari
ketika selesai mewawancarai salah satu respon saya berjalan menyusuri jalan
setapak di belakang SD N Karangbrai 1. Saya menghampiri seorang kakek yang
sudah cukup berumur. “Mbah napa niki leres ndaleme mbah Casmo?” tanyaku. “Nggih,
panjenengan sinten saking pundi?” tanya mbah Casmo yang menjadi awal
perbincangan.
Setelah mengobrol
barulah saya mengerti pekerjaan mbah Casmo. Mbah Casmo bekerja di lading tebu
sebagai buruh larikan. Larikan adalah sebuah cerukan tanah sepanjang 7,5 meter
yang nantinya ditanami batang tebu. Mbah Casmo bekerja setiap pagi sampai
menjelang siang. Ketika sore biasanya diisi dengan memetik buah duwet yang akan
dijualnya di SD depan rumahnya. “Lumayan kangge jajan putu” jelas Mbaj Casmo
ketika saya tanya untuk apa memetik buah duwet.
Mbah Casmo
bercerita tentang zaman penjajahan yang terjadi di Karangbrai, tentang lurah,
tentang organisasi PKI yang komunal di daerah tersebut sampai long march
Mbah Carmo dari desa Karangbrai menuju Cirebon. Awalnya mbah Carmo sedikit curiga dengan
kedatangan saya namun setelah saya memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud
dan tujuan saya baru beliau paham.
“Nek pengen
ngerti kerjoku, sesuk jam pitu marani aku neng sawah” jelas mbah Casmo yang
beberapa kali mengulangi kata-kata tersebut. Sepertinya mbah Casmo ingin
menjelaskan bagaimana larikan itu. Upah setiap membuat larikan adalah Rp. 500.
Setiap hari mbah Casmo hanya mampu mengerjakan 20 larikan. Mbah Casmo biasanya
mengambil upahnya jika sudah menyelesaikan 100 larikan.
Suatu malam
ketika saya mengantarkan bingkisan, saya melihat mbah Casmo tidur di luar. Ya,
rumah gedeknya sudah jauh dari layak. Mbah pernah berkata “napa sampeyan saking
TV? Mengke kula di ajak dolan trus pas bali omah kula dadi apik?” (bedah rumah-pen).
Mbah Casmo adalah pribadi yang menarik yang saya kenal. Beliau bersemangat
menjelaskan tentang pekerjaannya kepada saya. Saya pun harus bangun pagi untuk
menempati janji bertemu dengan beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bajak